Rabu, 22 Mei 2013

Asuhan Keperawatan Osteomielitis




A.     Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi pada jaringan tulang tulang dan dapat bersifat akut maupun kronis (Price, 2002).
Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang yang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi pada jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap infeksi, tingginya tekanan jaringan dan pembekuan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati) (Smeltzer, 2002)
Osteomielitis adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal akut atau trauma tulang, biasanya disebabkan oleh E. Coli, Stapilococcus Aurius atau Streptococcus Pyogenes. (Tucker, 1998)
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah. (Corwin, 1996)
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang biasanya disebabkan oleh bakteri, tetapi kadang-kadang disebabkan oleh jamur. (http://www.eMedicine.com/osteomielitis.html)
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa osteomielitis adalah infeksi pada jaringan tulang yang sulit disembuhkan, disebabkan oleh bakteri atau jamur dan bersifat akut ataupun kronis.

B.     Patofisiologi
Menurut Rasjad (1998),  Smeltzer (2002) dan Tucker (1998) osteomielitis biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan mikrorganisme lainnya. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali timbul karena adanya penyebaran infeksi dari tempat lain seperti faringitis, otitis media dan impetigo. Bakterinya (Stapilococcus Aureus, Hemofilus Influenza) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. Akibat proses perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan.

Pada orang dewasa, osteomielitis juga dapat diawali oleh bakteri dalam aliran darah, namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi. Awitan osteomielitis setelah pembedahan orthopedi dapat terjadi selama 3 bulan  (akut fulminan ; stadium I) dan sering berhubungan dengan  penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi selama 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (Stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Osteomielitis dapat juga terjadi akibat isufisiensi vaskuler seperti diabetes melitus, aterosklerosis, alat fiksasi yang terpasang, obesitas, lansia dan status nutrisi yang buruk.

Jika infeksi dibawa oleh darah biasanya awitannya mendadak dan akan menimbulkan gejala seperti menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat, malaise dan keengganan menggerakkan anggota badan yang sakit. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan nyeri tekan. Bila osteomielitis terjadi akibat kontaminasi langsung, selain gejala diatas biasanya disertai tanda-tanda cedera dan pembesaran kelenjar getah bening regional.

Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan  septikemia, infeksi yang bersifat metastatik, Artritis supuratif, kontraktur sendi, osteomielitis kronis serta perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis (karsinoma epidermoid, ulkus marjolin).

C.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien  dengan osteomielitis terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.

1.      Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis osteomielitis menurut Rasjad (1998) dan Tucker (1998) adalah sebagai berikut :
a.       Pemberian antibiotik yang bertujuan untuk : mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang yang sehat dan mengontrol ekserbasi akut.
b.      Tindakan operatif dilakukan bila fase ekserbasi akut telah reda setelah pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk : mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat lainnya, yang selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinue selama beberapa hari, (adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang yang terinfeksi) dan sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran serta mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.
c.       Pemberian cairan parenteral / intravena dan kalau perlu tranfusi darah.
d.      Pengaturan diet dan aktivitas.

2.      Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Smeltzer (2002) dan Tucker (1998) penatalaksanaan keperawatan pada osteomielitis adalah sebagai berikut :
a.       Daerah yang terkena harus dimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur.
b.      Dapat dilakukan rendaman salin selama beberapa kali selama 20 menit perhari untuk meningkatkan aliran darah.
c.       Kompres : hangat, atau selang seling hangat dan dingin.

D.    Pengkajian
Pengkajian pada klien osteomielitis menurut Smeltzer (2002), Rasjad (1998)                                                                            dan Tucker (1998) meliputi :
1.      Kaji terhadap faktor-faktor risiko (misalnya usia lanjut, diabetes, status nutrisi yang buruk) dan cedera sebelumnya, infeksi atau bedah ortopedik.
2.      Amati terhadap gerakan yang tampak sangat hati-hati dari area yang terinfeksi dan kelelahan umum akibat infeksi sistemik.
3.      Amati terhadap pembengkakan pada area yang sakit, drainase purulen dan peningkatan suhu tubuh.
4.      Perhatikan bahwa pasien dengan osteomielitis kronis mungkin hanya mengalami kenaikan suhu minimal, terjadi pada siang atau sore hari.
5.      Pada pemeriksaan fisik biasanya didapati : peningkatan suhu tubuh yang cepat, menggigil, diaporesis, spasme otot di sekitar sendi yang sakit, tachikardi, sakit kepala, gelisah, mudah tersinggung, kelemahan, nyeri dan pembengkakan pada sendi yang terkena  meningkat dengan adanya gerakan.
6.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Scan tulang dengan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif dapat memperlihatkan peradangan di tulang.
b.      Pemeriksaan darah
1)      Sel darah putih meningkat sampai 30.000 /ul disertai peningkatan laju endap darah.
2)      Pemeriksaan titer antibodi – anti stapilococcus.
3)      Pemeriksaan kultur darah dan pus kultur untuk menentukan jenis bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitifitas untuk menentukan jenis antibiotik yang sesuai, juga harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit.
c.       Pemeriksaan feses : dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella dan E. Coli.
d.      Pemeriksaan biopsi : dilakukan ditempat yang dicurigai.
e.       Pemeriksaan ultrasound : memperlihatkan adanya efussi pada sendi.
f.        Pemeriksaan radiologis : pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2 minggu) berupa refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru di bawah periosteum yang terangkat.

E.     Diagnosa keperawatan
Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan. Menurut Tucker (1998) dan Smeltzer (2002), diagnosa keperawatan pada klien dengan osteomielitis adalah sebagai berikut :
1.      Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi.
2.      Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan kemajuan invasi bakteri.
3.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase.
4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan di rumah.

F.      Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi menurut Tucker (1998) dan Smeltzer (2002) sebagai   berikut :
1.      Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi.
Tujuan : Mobilitas fisik membaik
Kriteria hasil  : a). Penggunaan mobilitas dan persendian membaik.  b). Keikutsertaan dalam perawatan diri sendiri meningkat.  c). Edema berkurang.
Perencanaan   : a). Pertahankan tirah baring : tangani ekstremitas yang sakit dengan lembut. b). Imobilisasi sendi / ekstremitas menggunakan gips ; tinggikan untuk mengurangi edema.  c). Bantu dan ajarkan latihan ROM pasif atau aktif pada ekstremitas yang sakit setiap 4 jam dan nafas dalam setiap ½ jam.  d). Libatkan dalam pembuatan rencana perawatan dan berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri.                          e). Tingkatkan sosialisasi.  f). Pantau terhadap tanda trombosis vena, tanda Homan’s dan edema.  g). Lakukan perawatan kulit.  h). Berikan lingkungan yang nyaman.  i). Berikan dorongan dan dukungan untuk setiap pencapaian yang dilakukan pasien.

2.      Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan kemajuan invasi bakteri.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil  : a). Menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil.  b). Luka insisi sembuh tanpa menunjukkan adanya bukti-bukti terjadinya infeksi.
Perencanaan   : a). Lakukan pemeriksaan kultur darah dan pus kultur serta pantau hasilnya. b). Pertahankan cairan parenteral dengn antibiotik.  c). Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam. d). Pasang kompres hangat dan basah bergantian  e). Kolaborasi untuk eksisi dan drainase bila terdapat lesi terinfeksi. f). Pantau haluaran dan masukan.           g). Pantau insisi terhadap perdarahan.  h). Ganti balutan ; pertahankan tekhnik aseptik.  i). Berikan diet tinggi protein tinggi kalori sesuai toleransi.

3.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil  : a). Melaporkan bahwa tingkat nyerinya dapat ditoleransi. b). Waktu istirahat dan aktifitas seimbang.  c). Menunjukkan lebih nyaman dan rileks.
Perencanaan   : a). Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri.  b). Berikan analgesik sesuai indikasi ; kaji efektifitas tindakan penurun rasa nyeri.  c). Bantu pasien dalam mengganti posisi dengan sering ; berikan penyangga pada bagian ekstremitas yang terkena ; lakukan gosok punggung.  d). Berikan aktifitas hiburan.  e). Diskusikan dan tingkatkan tindakan penurun rasa nyeri alternatif.

4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan di rumah.
Tujuan : Pengetahuan meningkat
Kriteria hasil  : a). Memperlihatkan kemampuan untuk melakukan perawatan luka.       b). Mengungkapkan pengertian mengenai proses penyakit, kemungkinan komplikasi dan program rehabilitasi.  c). Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan.
Perencanaan   : a). Berikan dan bicarakan informasi tentang program rehabilitasi yang disarankan : instruksi terapi fisik dan perawatan di rumah.  b). Peragakan perawatan luka insisi dan tekankan pentingnya tekhnik aseptik dan mandi pancuran sehari-hari.            c). Berikan informasi tentang proses penyakit dan komplikasi.  d). Diskusikan tentang tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri tekan, nyeri, rasa tidak nyaman, demam, malaise, haluaran dari insisi.  e). Berikan obat-obatan sesuai jadwal, termasuk nama, dosis dan efek samping ; instruksikan pasien untuk minum semua obat yang diresepkan.  f). Tekankan pentingnya diet yang bergizi dan memperbanyak masukan cairan.  g). Tingkatkan kunjungan ke dokter teratur.

G.    Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut Potter (2005), merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

H.    Evaluasi
Evaluasi menurut Hidayat (2007), merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah yaitu evaluasi proses (evaluasi formatif) dan evaluasi hasil (evaluasi sumatif). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir keperawatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar