Senin, 25 Maret 2013

Asuhan Keperawatan Hipospadia


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting, karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu kelainan konginetal terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu hipospadia. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288). Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo (below) dan spaden (opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992). Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruh terhadap psikologis dan sosial anak.
Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial antara lain disebabkan oleh gangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan. Ganguan keseimbangan hormon yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor genetika , dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkunagn adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Di Amerika Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari  350 bayi laki-laki  yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung dari etnik dan geogafis.  Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki,  Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti di daerah Atlanta meningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun 1993.  Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa angka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu  anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia.
Penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya ke depan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah maka di bilang anak itu perempuan. Oleh karena itu kita sebagai seorang tenaga medis harus memberikan informasi yang adekuat kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tua hendaknya menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan yang dapat menyebabkan hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat dilakukan  penanganan yang tepat.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi dari hipospadia?
2.      Apakah  klasifikasi dari hipospadia?
3.      Apakah etiologi dari penyakit tersebut?
4.      Apakah manifestasi klinik dari penyakit tersebut?
5.      Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan untuk hipospadia?
6.      Bagaimana Asuhan Keperawatan pada An. X dengan kasus Hipospadia ?


1.3      Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
           Mahasiswa mampu memahami dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan hipospadia
1.3.2. Tujuan Khusus
1.   Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari hipospadia.
2.   Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari hipospadia.
3.   Mahasiswa mampu menyebutkan berbagai etiologi dari hipospadia.
4.   Mahasiswa mampu menyebutkan berbagai manifestasi klinik dari hipospadia
5.   Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari hipospadia.
6.   Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang tepat pada An. X dengan kasus hipospadia.

1.4 Manfaat
Setelah membaca makalah tentang hipospadia ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, penatalaksanaan dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipospadia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Definisi
a.    Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan, meatus uretra eksternus terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung gland penis. (Duccket, 1986, Mc Aninch, 1992)
b.   Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal di suatu tempat di bagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
c.    Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 ).
2.2 Klasifikasi Hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1.   Tipe sederhana/ Tipe anterior
Hipospadia Glandular
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Hipospadia Pene-escrotal
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3.   Tipe Posterior
Hipospadia Perineal
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

2.3     Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi

2.4     Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara lain :
a.       Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
b.      Penis melengkung ke bawah
c.       Penis tampak seperti kerudung karena kelaianan pada kulit di depan penis.
d.      Ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri
e.       Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
f.       Preputium tidak ada di bagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis
g.      Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
h.      Kulit penis bagian bawah sangat tipis
i.        Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada
j.        Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis
k.      Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
l.        Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)
m.    Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal
n.      Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra eksterna.

2.5 Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.

2.5.1 Langkah – Langkah Pada Operasi Hipospadia
1. Koreksi meatus
2. Koreksi chordee bila ada
3. Rekonstruksi uretra
4. Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral
5. Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi

2.5.2   Teknik Operasi Secara Garis Besar
1. Perbaikan multi tahap
Perbaikan dua tahap
Tahap I      : Chordectomy, Chordectomy dgn memotong uretra plat distal, meluruskan penis sehingga meatus tertarik lebih proksimal
Tahap II      : Urethroplasty,  Penutupan kulit bagian, ventral dilakukan dengan memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi bagian ventral dalam tahap uretroplasti

2.      Perbaikan Satu Tahap
Akhir tahun 1950, pelepasan korde  kendala utama, tetapi dapat dihilangkan sejak ditemukan teknik ereksi buatan).
a.      Teknik Y-V Modifikasi Mathieu
b.      Teknik Lateral Based (LB) Flap
2.6 Perawatan Pasca Operasi
Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi oedema dan untuk mencegah  pendarahan setelah operasi. Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru di sekitar daerah tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh karena  efek tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter dari kateter yang lunak. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat. Diversi urine terus dilanjutkan  sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang kedua  6 – 12 bulan yang akan datang.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik operasi, serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi yaitu  :
1.    Perdarahan
2.    Infeksi
3.    Fistel urethrokutan
4.    Striktur urethra, stenosis urethra
5.    Divertikel urethra.
Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum, penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913 ). Penyebab paling sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya.  Untuk itu kateter harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu.

2.8    Konsep Tumbuh Kembang
Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem control tubuh yang mulai membaik, hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal. Pengalaman dan perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan di luar keluarga terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman, mengembangkan perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa yang minimal. Sebagai sumber pelayanan kesehatan ,perawat berkepentingan untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan asuhan keperawatan anak dengan optimal.
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif,psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000). Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai ranah pertumbuhan dan perkembangannya.
2.8.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Biologis
Secara umum pertumbuhan baik dari segi berat maupun tinggi badan berjalan cukup stabil/ lambat.Rata-rata bertambah sekitar 2,3 kg /tahun,sedangkan tinggi badan bertambah sekitar 6 – 7 cm / tahun ( tungkai bawah lebih dominant untuk bertambah dibanding anggota tubuh lain ). Hampir semua fungsi tubuh sudah matang dan stabil sehingga dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan dan stress,sehingga saat ini sudah bisa diajarkan toilet training .Pada fase ini perkembangan motorik sangat menonjol.
2.8.2 Perkembangan Psikososial (Erikson)
Menurut Eric Erikson, anak pada usia 1-3 tahun masuk dalam fase otonomi vs rasa malu dan ragu. Pada tahap ini toddler mengembangkan rasa percaya dan siap menyerahkan ketergantungannya untuk membangun perkembangan kemampuan pertamanya dalam mengendalikan otonomi. Orang tua yang mendorong toddler melakukan hal tersebut akan mengembangkan kemandirian toddler. Toddler dapat mengembangkan rasa malu dan ragu jika orang tua membiarkan toddler bergantung pada orang tua di area yang seharusnya toddler dapat mencoba keterampilan barunya atau membuat toddler merasa tidak mampu saat mencoba keterampilan ini.
Periode perkembangan Otonomi adalah suatu waktu saat anak mulai mengadakan kontak sosial. Toddler menjadi sangat ingin tahu dan banyak bertanya. Pada usia ini anak menjadi lebih kreatif, meskipun produk yang dihasilkan dari aktivitasnya mungkin tak sempurna. Respon stress yang biasa muncul pada toddler adalah separation anxiety dan regression. Misalnya, toddler menjadi sangat cemas ketika harus berpisah dari orang tuanya. Regresi atau kembali pada tingkatan perkembangan yang lebih awal dapat di lihat saat toddler “ngompol”, atau menggunakan bedak bayi. Perawat dapat membantu menjelaskan pada orang tua bahwa hal itu wajar dan itu menunjukkan bahwa toddler mulai mencoba untuk menentukan posisinya dalam keluarga.
Selama usia toddler, kemampuan untuk mengerti dan mengekspresikan bahasa berkembang dengan pesat. Kemampuannya untuk mengerti kata-kata lebih maju dari pada kemampuannya untuk mengekspresikan kata dan ide. Saat usia 1 tahun, toddler sudah bisa mengenal nama mereka sendiri. .
Saat dilakukan pemeriksaan oleh perawat pada An. X, klien menangis. Ini menandakan bahwa klien mengalami suatu ketakutan terhadap orang maupun lingkungan asing. Hal ini dapat juga karena respon stress anak terhadap masalah yang dihadapinya. Seperti yang disebutkan di atas bahwa anak memiliki “separation anxiety., respon anak yang menangis ketika didekati oleh perawat mungkin disebabkan karena ketakutannya akan perpisahan dengan orang tua. Di samping itu An.X juga mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa. Ini dapat diihat dari An X yang belum dapat bicara secara jelas.
2.8.3  Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Menurut Sigmund Freud, usia 1-3 tahun masuk dalam fase Anal dimana pusat kesenangan anak pada perilaku menahan faeses bahkan kadangkala anak bermain-main dengan faesesnya. Anak belajar mengidentifikasi tentang perbedaan antara dirinya dengan orang lain disekitarnya. Konflik yang sering terjadi adalah adanya Oedipus complex atau katarsis yaitu dimana seorang anak laki-laki menyadari bahwa ayahnya lebih kuat dan lebih besar dibandingkan dirinya.sedangkan pada wanita disebut dengan Elektra complex.
Dalam tahap ini toddler diajarkan untuk melakukan toilet training. Kasus hipospadia yang dialami oleh An. X telah membuat klien tidak bisa memenuhi tahap analnya dengan maksimal. Ditambah lagi dengan perhatian orang tua untuk melatih toilet training yang masih kurang, ditunjukkan dengan ketidaktahuan orang tua bahwa anaknya mengalami hipospadia sampai umur anaknya 2,5 tahun.

2.9      Web Of Caution

Ketidakseimbangan hormon

Genetik

Lingkungan

 Bahan eksogenik dan anti androgenik

Pajanan limbah industry: polychlorobyphenil, dioxin, furan, peptisida organoklorin, alkhiphenol polyethoxilates, phtalites

HIPOSPADIA

Kehamilan trimester 1

 Kelainan pembentukan organ meatus urinarius

Meatus uretra abnormal

 Kencing merembes dan menyebar

MK : Risiko infeksi

MK : Kerusakan integritas kulit

Personal Hygiene kurang

Hospitalisasi

MK : Ketakutan Anak

 




















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus II
An. X (2,5 tahun) laki-laki masuk rumah sakit sejak 1 hari yang lalu dihantar oleh ibunya dengan  keluhan pada saat kencing merembes. Anak menangis saat Ns.  Ani mendekati An. X untuk dilakukan pemeriksaan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya kemerahan pada daerah skrotum, lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di dasar penis, penis melengkung ke bawah, penis tampak seperti berkerudung, karena adanya kelainan pada kulit depan penis, pada saat berkemih anak harus duduk. TTV (suhu 37,5oC, nadi 80x/menit, RR 30x/menit). Menurut orang tua anak tidak pernah bilang kalau mau pipis, karena anak belum bisa bicara secara jelas. BB anak saat ini 10 kg.
Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
Nama                                    : An. X
Tanggal lahir                        : 07 April 2010
Jenis Kelamin                       : Laki-laki
Tanggal MRS                       : 07 Oktober 2012
Alamat                                 : Surabaya
Diagnosa Medis                   : Hipospadia Penoscrotal
b.   Identitas Orang Tua
Nama Ayah / Ibu                 : Tn M / Ny S
Pekerjaan Ayah / Ibu           : Pedagang / Buruh pabrik
Agama Ayah / Ibu               : Islam
Suku                                    : Jawa
Alamat                                 : Surabaya

1. Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan Utama                                    :  Kencing merembes
Riwayat penyakit saat ini         :
Ibu pasien baru menyadari kalau kencing anaknya merembes, kemudian beliau membawa anaknya ke puskesmas, oleh pihak puskesmas dirujuk ke RS Respati
3.      Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Riwayat Kesehatan yang lalu               :
a.    Penyakit yang pernah diderita         : Batuk/pilek
b. Operasi         : Tidak
c. Alergi            : Tidak
Imunisasi          :
BCG (Umur 1bln)
Polio 5X (Umur : lahir, 2bln,4bln,6bln,18bln)
DPT 4X (Umur : 2bln,4bln,6bln,18bln)
Campak (Umur : 9bln)
Hepatitis 3X (Umur : lahir, 1bln,4bln)
4.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang pernah diderita keluarga          : Hipertensi     
Lingkungan rumah dan komunitas                 : Rumah terletak di dekat pabrik kayu.
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan         : Ayah seorang perokok aktif, Ibu sering mengkonsumsi jamu.
Persepsi keluarga terhadap penyakit anak      : Orang tua tidak mengerti sama sekali tentang penyakit anak mereka.

5.      Riwayat Nutrisi
Nafsu makan   : Baik
Pola makan      : 3X/hr
Minum             : Jenis : susu botol                   Jumlah : kira-kira 700 cc/hr
Pantangan makan        : Ya
Menu makanan            : nasi tim, buah
6.      Riwayat pertumbuhan
BB saat ini : 10 Kg, TB : 95 cm,  LK : 47 cm, LD : 49 cm, LILA : 16,35  cm                                  BB lahir : 2700 gram                   BB sebelum sakit : 10 kg
Panjang lahir : 48 cm
7.      Riwayat Pertumbuhan
Pengkajian Perkembangan (DDST ) :-
Riwayat perkembangan psikososial :
Perkembangan otonominya terganggu, pasien belum memiliki kemampuan untuk mengontrol tubuhnya, diri dan lingkungan.
Riwayat perkembangan psikoseksual :
pasien berada dalam fase anal, pasien sering memainkan penisnya.

ROS (Review of System)
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran          : Composmentis
Tanda Vital        :          
TD                      : 110/60 mmHg                       Nadi    : 80X/mnt
Suhu badan        : 37,5°C                                   RR       : 30X/mnt

a. Pernafasan B1 (Breath)
Bentuk Dada      : Normal
Pola nafas           : Teratur
Jenis                   : Eupnea
Suara Nafas        : Vesikuler
Sesak Nafas       :  Tidak            Batuk   : Tidak
Retraksi otot bantu nafas           : Tidak
Alat bantu pernapasan               : Tidak
Masalah : Tidak ada masalah Keperawatan
b.      Kardiovaskuler B2 (Blood)
Irama Jantung                : Reguler          S1/S2 tunggal : Ya
Nyeri dada                     : Tidak
Bunyi jantung                : Tidak ada suara jantung tambahan
CRT                               : <3 dt
Akral                              : Hangat                                             
c.        Persyarafan B3 ( Brain ) Penginderaan
GCS                   Eye : 4             Verbal : 5                    Mototik : 6      Total : 15
Reflek fisiologis : Patella : Ada reflek patella
  Triseps : Ada reflek triseps
  Biseps : Ada reflek biseps
Reflek patologis : - babinsky     - budzinky       - kernig            lain-lain : -
Istirahat /tidur    :   14  jam/hari                         Gangguan tidur : -
Penglihatan (mata )
Pupil                               : Isokor
Sclera / Konjingtiva       : Putih,jernih/berwarna merah muda  
Pendengaran / Telinga
Gangguan Pendengaran : Tidak
Penciuman (Hidung)
Bentuk                           : Simetris
         Gangguan Penciuman    : Tidak ada gangguan penciuman
d.      Perkemihan B4 (Bladder)
Kebersihan                     : Kotor
Urine                              : Jumlah : 400 cc/hr     Warna : kuning jernih
  Bau : khas   urine
Alat bantu                      : Tidak terpasang alat bantu berkemih
Kandung kencing           : Tidak membesar,tidak ada nyeri tekan
Gangguan                       : Hipospadia penoscrotal
Masalah : Risiko Infeksi 
e.        Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan      : Baik                           Frekuensi : 3X/hari
Porsi makan        : Habis                         Ket : porsi makan anak sedikit
Minum                :  700 cc/hr      Jenis : susu botol
Mulut dan Tenggorokan
Mulut                 : Bersih
Mukosa              :  Lembab
Tenggorokan      : Tidak ada esulitan menelan,tonsil tidak membesar
Abdomen
Perut                   : Tidak ada nyeri tekan
Lokasi                : -
Peristaltik           : 7 X/mnt
Pembesaran hepar          : Tidak ada pembesaran hepar
Pembesaran lien             : Tidak ada pembesaran lien
Buang air besar  : 2 hari sekali dengan teratur
Konsistensi : lembek,padat        Bau : Khas feses         Warna : kuning feses
f. Muskuloskeletal/ Integumen B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi   : Mampu bergerak bebas
Warna kulit        : Sawo matang
Turgor                : Elastis
Oedem               : Tidak ada Oedem
Lain-lain             : Adanya kemerahan pada skrotum
Masalah : Kerusakan Integritas kulit
g. Endokrin
Tyroid                : Tidak terjadi pembesaran
Hiperglikemia     : Tidak
Hipoglikemia      : Tidak
Luka Gangren    : Tidak ada luka gangren

h. Personal Hygiene
Mandi     : 2x/hari                       Sikat gigi :  2x/hari
Keramas :  1x/hari                      Memotong kuku : bila panjang
Ganti pakaian : 2x/hari
i. Data penunjang (lab, foto, Rontgen)
Hemoglobin: 13,5 gr/dL                        Hematokrit: 40,1 %
Lekosit: 10.250 mg/dl                Trombosit: 266.000 mg/dl
Erytrosit: 5.380.000 mg/dL