BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang
sangat penting, karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga
berfungsi sebagai alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh
terhadap fertilitas. Salah satu kelainan konginetal terbanyak kedua pada penis
setelah cryptorchidism yaitu hipospadia. Hipospadia adalah suatu kelainan
bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis.
(Ngastiyah, 2005 : 288). Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu
Hypo (below) dan spaden (opening). Hipospadia menyebabkan
terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang
menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika dartos. Kulit dan
preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan
membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992).
Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruh
terhadap psikologis dan sosial anak.
Penyebab dari hiposapadia
ini sangat multifaktorial antara lain disebabkan oleh gangguan dan
ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan. Ganguan keseimbangan hormon
yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin
(pria). Sedangkan dari faktor genetika , dapat terjadi karena gagalnya sintesis
androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor
lingkunagn adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat
mengakibatkan mutasi.
Di Amerika
Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari 350
bayi laki-laki yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung dari etnik
dan geogafis. Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki,
Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia
seperti di daerah Atlanta meningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000
kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun 1993. Banyak penulis melaporkan
angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran
laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum
mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa angka
kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000
menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak
yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan
repair hipospadia.
Penatalaksanaan hipospadia
pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuan utama
pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus
uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing
arahnya ke depan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena
kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya
anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah
maka di bilang anak itu perempuan. Oleh
karena itu kita sebagai seorang tenaga medis harus memberikan informasi yang
adekuat kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tua hendaknya
menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan yang dapat menyebabkan
hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat
dilakukan penanganan yang tepat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari hipospadia?
2. Apakah klasifikasi
dari hipospadia?
3.
Apakah
etiologi dari penyakit tersebut?
4.
Apakah
manifestasi klinik dari penyakit tersebut?
5.
Bagaimana
penatalaksanaan yang dilakukan untuk hipospadia?
6.
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada An. X
dengan kasus Hipospadia ?
1.3
Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu memahami dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada
klien dengan hipospadia
1.3.2. Tujuan Khusus
1.
Mahasiswa
mampu menjelaskan definisi dari hipospadia.
2.
Mahasiswa
mampu menjelaskan klasifikasi dari hipospadia.
3.
Mahasiswa
mampu menyebutkan berbagai etiologi dari hipospadia.
4.
Mahasiswa
mampu menyebutkan berbagai manifestasi klinik dari hipospadia
5.
Mahasiswa
mengetahui penatalaksanaan dari hipospadia.
6.
Mahasiswa
mampu menyusun asuhan keperawatan yang tepat pada An. X dengan kasus hipospadia.
1.4 Manfaat
Setelah membaca makalah tentang hipospadia ini diharapkan
dapat memberikan manfaat:
Mahasiswa mampu memahami tentang
definisi, etiologi, klasifikasi,
penatalaksanaan dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipospadia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
a. Hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan, meatus uretra eksternus terletak di permukaan
ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung
gland penis. (Duccket, 1986, Mc Aninch, 1992)
b.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana
terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai ke
14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal di suatu tempat di bagian
ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
c.
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra
bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan
pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 ).
2.2 Klasifikasi Hipospadia
Tipe
hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1.
Tipe sederhana/ Tipe
anterior
Hipospadia
Glandular
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan
coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara
klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.
Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Hipospadia Pene-escrotal
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan
pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis
menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah
secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka
sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3.
Tipe Posterior
Hipospadia Perineal
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada
tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
2.3
Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat
multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia.
Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh
antara lain :
1.
Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone
yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di
dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen
sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.
Genetika
Terjadi
karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi.
3.
Lingkungan
Biasanya
faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik
yang dapat mengakibatkan mutasi
2.4 Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara
lain :
a. Lubang
penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
b. Penis
melengkung ke bawah
c. Penis
tampak seperti kerudung karena kelaianan pada kulit di depan penis.
d. Ketidakmampuan
berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri
e. Glans
penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis
yang menyerupai meatus uretra eksternus.
f. Preputium
tidak ada di bagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis
g. Adanya
chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga
ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar
h. Kulit
penis bagian bawah sangat tipis
i.
Tunika dartos, fasia buch dan korpus
spongiosum tidak ada
j.
Dapat timbul tanpa chordee, bila letak
meatus pada dasar dari glans penis
k. Chordee
dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
l.
Sering disertai undescended testis
(testis tidak turun ke kantung skrotum)
m. Kadang
disertai kelainan kongenital pada ginjal
n. Ketidaknyamanan
anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra eksterna.
2.5
Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak
biasanya dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini
adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat
yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.
Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar
penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin
sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.
2.5.1 Langkah – Langkah Pada
Operasi Hipospadia
1.
Koreksi meatus
2.
Koreksi chordee bila ada
3.
Rekonstruksi uretra
4.
Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral
5.
Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi
2.5.2
Teknik Operasi Secara Garis Besar
1.
Perbaikan multi tahap
Perbaikan
dua tahap
Tahap
I : Chordectomy, Chordectomy dgn
memotong uretra plat distal, meluruskan penis sehingga meatus tertarik lebih
proksimal
Tahap
II : Urethroplasty, Penutupan kulit bagian, ventral dilakukan
dengan memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi bagian ventral
dalam tahap uretroplasti
2. Perbaikan Satu Tahap
Akhir tahun 1950,
pelepasan korde kendala utama, tetapi dapat
dihilangkan sejak ditemukan teknik ereksi buatan).
a. Teknik
Y-V Modifikasi Mathieu
b.
Teknik
Lateral Based (LB) Flap
2.6 Perawatan Pasca Operasi
Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai
untuk memberikan kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk
mengatasi oedema dan untuk mencegah pendarahan setelah operasi. Dressing
harus segera dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru di sekitar daerah
tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan
tekanan yang terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh
karena efek tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter yang
dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan
kateter dari kateter yang lunak. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang
memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya
dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat. Diversi
urine terus dilanjutkan sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan
tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang
kedua 6 – 12 bulan yang akan datang.
2.7 Komplikasi
Komplikasi
yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian
teknik operasi, serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang
terjadi yaitu :
1.
Perdarahan
2.
Infeksi
3.
Fistel
urethrokutan
4.
Striktur
urethra, stenosis urethra
5.
Divertikel
urethra.
Komplikasi
paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum,
penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913 ).
Penyebab paling sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan
oleh terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh
spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu kateter
harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan
tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi
lebih lama dari dua minggu.
2.8 Konsep Tumbuh Kembang
Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem
control tubuh yang mulai membaik, hampir setiap organ mengalami maturitas
maksimal. Pengalaman dan perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan di luar
keluarga terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman, mengembangkan
perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa yang minimal. Sebagai
sumber pelayanan kesehatan ,perawat berkepentingan untuk mengetahui konsep
tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan asuhan keperawatan anak dengan
optimal.
Pertumbuhan adalah suatu
proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara bertahap,berat dan
tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk
berfungsi baik secara kognitif,psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000).
Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai ranah
pertumbuhan dan perkembangannya.
2.8.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Biologis
Secara umum pertumbuhan baik
dari segi berat maupun tinggi badan berjalan cukup stabil/ lambat.Rata-rata
bertambah sekitar 2,3 kg /tahun,sedangkan tinggi badan bertambah sekitar 6 – 7
cm / tahun ( tungkai bawah lebih dominant untuk bertambah dibanding anggota
tubuh lain ). Hampir semua fungsi tubuh sudah matang dan stabil sehingga dapat
beradaptasi dengan berbagai perubahan dan stress,sehingga saat ini sudah bisa
diajarkan toilet training .Pada fase ini perkembangan motorik sangat menonjol.
2.8.2 Perkembangan
Psikososial (Erikson)
Menurut Eric
Erikson, anak pada usia 1-3 tahun masuk dalam fase otonomi vs rasa malu dan
ragu. Pada tahap ini toddler mengembangkan rasa percaya dan siap menyerahkan
ketergantungannya untuk membangun perkembangan kemampuan pertamanya dalam
mengendalikan otonomi. Orang tua yang mendorong toddler melakukan hal tersebut
akan mengembangkan kemandirian toddler. Toddler dapat mengembangkan rasa malu
dan ragu jika orang tua membiarkan toddler bergantung pada orang tua di area
yang seharusnya toddler dapat mencoba keterampilan barunya atau membuat toddler
merasa tidak mampu saat mencoba keterampilan ini.
Periode
perkembangan Otonomi adalah suatu waktu saat anak mulai mengadakan kontak
sosial. Toddler menjadi sangat ingin tahu dan banyak bertanya. Pada usia ini
anak menjadi lebih kreatif, meskipun produk yang dihasilkan dari aktivitasnya
mungkin tak sempurna. Respon stress yang biasa muncul pada toddler adalah
separation anxiety dan regression. Misalnya, toddler menjadi sangat cemas
ketika harus berpisah dari orang tuanya. Regresi atau kembali pada tingkatan
perkembangan yang lebih awal dapat di lihat saat toddler “ngompol”, atau
menggunakan bedak bayi. Perawat dapat membantu menjelaskan pada orang tua bahwa
hal itu wajar dan itu menunjukkan bahwa toddler mulai mencoba untuk menentukan
posisinya dalam keluarga.
Selama usia
toddler, kemampuan untuk mengerti dan mengekspresikan bahasa berkembang dengan
pesat. Kemampuannya untuk mengerti kata-kata lebih maju dari pada kemampuannya
untuk mengekspresikan kata dan ide. Saat usia 1 tahun, toddler sudah bisa
mengenal nama mereka sendiri. .
Saat dilakukan pemeriksaan oleh perawat pada An. X, klien menangis. Ini menandakan bahwa klien mengalami suatu ketakutan
terhadap orang maupun lingkungan asing. Hal ini dapat juga karena respon stress
anak terhadap masalah yang dihadapinya. Seperti yang disebutkan di atas bahwa
anak memiliki “separation anxiety., respon anak yang menangis ketika didekati
oleh perawat mungkin disebabkan karena ketakutannya akan perpisahan dengan
orang tua. Di samping itu An.X juga mengalami keterlambatan dalam perkembangan
bahasa. Ini dapat diihat dari An X yang belum dapat bicara secara jelas.
2.8.3 Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Menurut Sigmund Freud,
usia 1-3 tahun masuk dalam fase Anal dimana pusat kesenangan anak pada perilaku
menahan faeses bahkan kadangkala anak bermain-main dengan faesesnya. Anak
belajar mengidentifikasi tentang perbedaan antara dirinya dengan orang lain
disekitarnya. Konflik yang sering terjadi adalah adanya Oedipus complex atau
katarsis yaitu dimana seorang anak laki-laki menyadari bahwa ayahnya lebih kuat
dan lebih besar dibandingkan dirinya.sedangkan pada wanita disebut dengan
Elektra complex.
Dalam tahap ini
toddler diajarkan untuk melakukan toilet training. Kasus hipospadia yang dialami
oleh An. X telah membuat klien tidak bisa memenuhi tahap analnya dengan
maksimal. Ditambah lagi dengan perhatian orang tua untuk melatih toilet
training yang masih kurang, ditunjukkan dengan ketidaktahuan orang tua bahwa
anaknya mengalami hipospadia sampai umur anaknya 2,5 tahun.
2.9 Web Of Caution
Ketidakseimbangan
hormon
|
Genetik
|
Lingkungan
|
Bahan eksogenik dan anti androgenik
|
Pajanan limbah industry:
polychlorobyphenil, dioxin, furan, peptisida organoklorin, alkhiphenol
polyethoxilates, phtalites
|
HIPOSPADIA
|
Kehamilan
trimester 1
|
Kelainan pembentukan organ meatus
urinarius
|
Meatus
uretra abnormal
|
Kencing merembes dan menyebar
|
MK
: Risiko infeksi
|
MK
: Kerusakan integritas kulit
|
Personal
Hygiene kurang
|
Hospitalisasi
|
MK : Ketakutan Anak
|
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus II
An. X (2,5 tahun) laki-laki masuk
rumah sakit sejak 1 hari yang lalu dihantar oleh ibunya dengan keluhan pada saat kencing merembes. Anak
menangis saat Ns. Ani mendekati An. X
untuk dilakukan pemeriksaan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya kemerahan
pada daerah skrotum, lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di
dasar penis, penis melengkung ke bawah, penis tampak seperti berkerudung,
karena adanya kelainan pada kulit depan penis, pada saat berkemih anak harus
duduk. TTV (suhu 37,5oC, nadi 80x/menit, RR 30x/menit). Menurut
orang tua anak tidak pernah bilang kalau mau pipis, karena anak belum bisa
bicara secara jelas. BB anak saat ini 10 kg.
Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
Nama :
An. X
Tanggal lahir :
07 April 2010
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Tanggal MRS : 07
Oktober 2012
Alamat :
Surabaya
Diagnosa Medis : Hipospadia Penoscrotal
b. Identitas Orang Tua
Nama Ayah / Ibu : Tn M
/ Ny S
Pekerjaan Ayah / Ibu :
Pedagang / Buruh pabrik
Agama Ayah / Ibu : Islam
Suku :
Jawa
Alamat : Surabaya
1. Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan Utama :
Kencing merembes
Riwayat penyakit saat ini :
Ibu pasien baru menyadari kalau kencing anaknya merembes,
kemudian beliau membawa anaknya ke puskesmas, oleh pihak puskesmas dirujuk ke
RS Respati
3.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Riwayat Kesehatan yang lalu :
a.
Penyakit
yang pernah diderita : Batuk/pilek
b. Operasi : Tidak
c. Alergi
: Tidak
Imunisasi :
BCG (Umur 1bln)
Polio 5X (Umur : lahir, 2bln,4bln,6bln,18bln)
DPT 4X (Umur : 2bln,4bln,6bln,18bln)
Campak (Umur : 9bln)
Hepatitis 3X (Umur : lahir, 1bln,4bln)
4.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang
pernah diderita keluarga : Hipertensi
Lingkungan rumah
dan komunitas : Rumah
terletak di dekat pabrik kayu.
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Ayah seorang perokok aktif, Ibu
sering mengkonsumsi jamu.
Persepsi keluarga terhadap penyakit anak : Orang tua tidak mengerti sama sekali
tentang penyakit anak mereka.
5. Riwayat
Nutrisi
Nafsu makan : Baik
Pola makan : 3X/hr
Minum : Jenis : susu botol Jumlah : kira-kira 700 cc/hr
Pantangan makan : Ya
Menu makanan : nasi tim, buah
6.
Riwayat pertumbuhan
BB saat ini : 10
Kg, TB : 95 cm, LK : 47 cm, LD : 49 cm,
LILA : 16,35 cm BB
lahir : 2700 gram BB
sebelum sakit : 10 kg
Panjang lahir : 48
cm
7.
Riwayat Pertumbuhan
Pengkajian
Perkembangan (DDST ) :-
Riwayat
perkembangan psikososial :
Perkembangan otonominya terganggu, pasien belum memiliki
kemampuan untuk mengontrol tubuhnya, diri dan lingkungan.
Riwayat
perkembangan psikoseksual :
pasien berada dalam fase anal, pasien sering memainkan
penisnya.
ROS (Review of System)
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran :
Composmentis
Tanda
Vital :
TD
: 110/60 mmHg Nadi : 80X/mnt
Suhu
badan : 37,5°C RR : 30X/mnt
a.
Pernafasan B1 (Breath)
Bentuk Dada :
Normal
Pola nafas :
Teratur
Jenis :
Eupnea
Suara Nafas :
Vesikuler
Sesak Nafas : Tidak Batuk : Tidak
Retraksi otot bantu nafas :
Tidak
Alat bantu pernapasan :
Tidak
Masalah : Tidak ada masalah Keperawatan
b.
Kardiovaskuler B2 (Blood)
Irama Jantung :
Reguler S1/S2 tunggal : Ya
Nyeri dada :
Tidak
Bunyi jantung :
Tidak ada suara jantung tambahan
CRT :
<3 dt
Akral :
Hangat
c.
Persyarafan B3 (
Brain ) Penginderaan
GCS Eye
: 4 Verbal : 5 Mototik : 6 Total : 15
Reflek fisiologis : Patella : Ada reflek patella
Triseps : Ada
reflek triseps
Biseps : Ada
reflek biseps
Reflek patologis : - babinsky - budzinky - kernig lain-lain : -
Istirahat /tidur : 14
jam/hari Gangguan
tidur : -
Penglihatan (mata )
Pupil :
Isokor
Sclera / Konjingtiva :
Putih,jernih/berwarna merah muda
Pendengaran / Telinga
Gangguan Pendengaran :
Tidak
Penciuman (Hidung)
Bentuk :
Simetris
Gangguan
Penciuman : Tidak ada gangguan penciuman
d.
Perkemihan B4 (Bladder)
Kebersihan :
Kotor
Urine :
Jumlah : 400 cc/hr Warna : kuning
jernih
Bau : khas urine
Alat bantu :
Tidak terpasang alat bantu berkemih
Kandung kencing :
Tidak membesar,tidak ada nyeri tekan
Gangguan : Hipospadia penoscrotal
Masalah : Risiko Infeksi
e.
Pencernaan B5
(Bowel)
Nafsu makan : Baik Frekuensi
: 3X/hari
Porsi makan :
Habis Ket
: porsi makan anak sedikit
Minum : 700 cc/hr Jenis
: susu botol
Mulut dan Tenggorokan
Mulut :
Bersih
Mukosa : Lembab
Tenggorokan :
Tidak ada esulitan menelan,tonsil tidak membesar
Abdomen
Perut :
Tidak ada nyeri tekan
Lokasi :
-
Peristaltik :
7 X/mnt
Pembesaran hepar :
Tidak ada pembesaran hepar
Pembesaran lien : Tidak ada pembesaran lien
Buang air besar : 2
hari sekali dengan teratur
Konsistensi : lembek,padat Bau : Khas feses Warna
: kuning feses
f.
Muskuloskeletal/ Integumen B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi : Mampu bergerak bebas
Warna kulit :
Sawo matang
Turgor :
Elastis
Oedem :
Tidak ada Oedem
Lain-lain :
Adanya kemerahan pada skrotum
Masalah : Kerusakan
Integritas kulit
g.
Endokrin
Tyroid :
Tidak terjadi pembesaran
Hiperglikemia :
Tidak
Hipoglikemia :
Tidak
Luka Gangren :
Tidak ada luka gangren
h.
Personal Hygiene
Mandi : 2x/hari Sikat gigi : 2x/hari
Keramas : 1x/hari Memotong kuku : bila
panjang
Ganti pakaian : 2x/hari
i.
Data penunjang (lab, foto, Rontgen)
Hemoglobin:
13,5 gr/dL Hematokrit: 40,1 %
Lekosit:
10.250 mg/dl Trombosit: 266.000 mg/dl
Erytrosit:
5.380.000 mg/dL