A. Konsep Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan yaitu tuba muskular panjang yang merentang dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris, seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu dan pankreas. Saluran pencernaan yang terletak dibawah area diafragma disebut saluran gastrointestinal (Sloane, 2004 ; 281)
Saluran pencernaan merupakan jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung, usus dan anus.
(Smeltzer, 2002 ; 984)
Fungsi utama dari saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan memberikan kebutuhan tubuh yaitu :
- Memecahkan partikel makanan ke dalam bentuk molekuler untuk dicerna
- Mengabsorbsi hasil pencernaan dalam bentuk molekul kecil ke dalam aliran darah.
- Mengeliminasi makanan yang tidak tercerna dan terabsorbsi dan produk sisa lain dari tubuh.
(Smeltzer, 2002 ; 984)
Susunan saluran pencernaan terdiri dari: oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus) terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum, intestinum mayor (usus besar) terdiri dari sekum, kolon asendens, kolon transversum, kolon desendens dan kolon sigmoid, rektum dan anus. (Syaifuddin, 1997 ; 75).
1. Mulut
Mulut adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencenaan. Rongga vestibulum terletak diantara gigi dan bibir, dan pipi sebagai batas luarnya. Rongga oral utama dibatasi gigi dan gusi dibagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, lidah dibagian bawah, dan orofaring dibagian belakang.
(Sloane, 2004 ; 282-283)
a. Bibir
Tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat. Organ ini berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara. (Sloane, 2004 ; 283)
b. Lidah
Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulun lingua. Lidah berfungsi untuk menggerakkan makanan saat di kunyah atau ditelan, untuk pengecapan, dan dalam produksi wicara. (Sloane, 2004 ; 283)
c. Palatum
Palatum terbagi atas 2 bagian, yaitu: palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang palatum dan palatum mole (palatum lunak), terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. ( Syaifuddin, 1997 ; 75).
d. Gigi
Gigi tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula dan maksila, setiap lengkung barisan gigi pada rahang membentuk lengkung gigi. Lengkung bagian atas lebih besar dari bagian bawah sehingga gigi atas secara normal menutup gigi bawah. Manusia mempunyai dua susunan gigi yaitu gigi primer dan gigi sekunder. gigi berfungsi dalam proses mastikasi atau pengunyahan. Makanan yang masuk ke dalam mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur dengan saliva untuk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan. (Sloane, 2004 ; 284)
e. Kelenjar ludah
Kelenjar saliva mensekresi saliva ke dalam rongga oral. Saliva terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus.
Fungsi saliva yaitu melarutkan makanan secara kimia, untuk pengecapan rasa, melembabkan dan melumasi makanan sehingga dapat ditelan, mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltosa, mengeksresi zat buangan seperti asam urat dan urea, serta berbagai zat lain, sebagai zat anti bakteri dan antibodi. (Sloane, 2004 ; 283)
- Faring
Faring adalah tabung muscular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring. (Sloane, 2004 ; 267)
- Esofagus
Esofagus adalah tuba muscular, panjangnya sekitar 9-10 inci (25 cm) dan berdiameter 1 inci ( 2,54 cm). Esofagus berawal dari area laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esofagus (lubang) pada area sekitar vertebra torak ke sepuluh dan membuka kearah lambung. Fungsi esofagus menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristalsis. (Sloane, 2004 ; 285)
- Lambung
Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga abdomen dibawah diafragma. Regia-regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ, dan bagian pilorus. Fungsi lambung yaitu sebagai penyimpanan makanan, produksi kimus, digesti protein, produksi mukus, produksi faktor intrinsik dan absorbsi. (Sloane, 2004 ; 285)
- Usus halus
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah panjang kira-kira 2/3 dari panjang total saluran.
(Smeltzer, 2002 ; 984)
Keseluruhan usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari sfingter pilorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar. (Sloane, 2004 ; 288)
Usus halus dibagi menjadi duodenum, yeyenum dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur dan yang relatif lebih penting berdasarkan fungsi.
a. Duodenum :
Disebut juga usus dua belas jari, panjangnya 25 cm mulai dari pilorus sampai yeyenum. Berbentuk seperti sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas, bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papila vateri. Pada papila vateri bermuara saluran empedu dan saluran pankreas. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar Brunner, berfungsi memproduksi getah intestinum. Pemisahan duodenum dan yeyenum ditandai oleh Ligamentum Treitz.
b. Yeyenum
Mempunyai panjang 2-3 meter atau 2/5 bagian atas. Yeyenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri.
c. Ileum
Mempunyai panjang 4-5 meter atau 3/5 bagian terminal. Ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan.
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium dan berbentuk kipas dikenal sebagai mesentrium. (Price, 2006 ; 438)
Fungsi usus halus yaitu :
a. Mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut dan di lambung. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pankreas serta dibantu empedu dan hati.
b. Usus halus secara selektif mengabsorbsi produk digesti.
(Sloane, 2004 ; 290)
- Usus besar
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum sehingga kanalis ani dengan diameter sekitar 6,5 cm.
Usus besar tidak memiliki vili, tidak memiliki lipatan-lipatan sirkular, dan diameternya lebih lebar, panjangnya lebih pendek, dan daya regangnya lebih besar dibanding usus halus. (Sloane, 2004 ; 294)
Fungsi usus besar adalah :
a. Mengabsorbsi 80 % - 90 % air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
b. Usus besar hanya memproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon pencernaan.
c. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam setiap hari.
d. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.
(Sloane, 2004 ; 295)
Bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut :
a. Sekum
Pada sekum terdapat katub ileoseikal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar 2-3 inci pertama dari usus besar. Katub ileoseikal mengendalikan aliran kimus dan ileum ke sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. (Price, 2006 ; 456)
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki 3 divisi :
1) Kolon Asenden
Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati disebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
2) Kolon Tranversum
Kolon tranversum merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ketepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada fleksura splenik.
3) Kolon Desenden.
Merentang kebawah pada sisi kiri abdomen.
(Sloane, 2004 ; 294)
4) Kolon Sigmoid
Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum.
(Price, 2006 ; 456)
c. Rektum
Membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). 1 inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot spingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm. (Price, 2006 ; 456)
d. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh dua sfingter :
1) Sfingter ani interna, dikendalikan oleh saraf otonom
2) Sfingter ani eksterna, dikendalikan oleh sistem saraf volunter
Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Reflek defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat. Otot sfingter eksterna dan interna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas melebihi massa feses. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna sehingga terjadi hemoroid (vena varikosa rektum). (Price, 2006 ; 458-459).
B. Konsep Dasar Hemoroid
1. Defenisi
“Hemorrhoid are dilated, engorged veins in the lining of the rectum”.
Hemoroid adalah pembesaran dan penonjolan vena disekitar rektum. (Potter, 1997 ; 1374).
“Hemorrhoid are dilated varicose veins of the anus and rectum”.
Hemoroid adalah dilatasi pembuluh darah vena varicose pada anus dan rektum.(Reeves, 1999 ; 162).
Hemoroid adalah dilatasi pleksus (anyaman pembuluh darah) vena yang mengitari rektal dan anal. (Tambayong, 2000 ; 142).
Hemoroid (Wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung pembuluh balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus. (www.medicastore.com, 2001).
“Hemorrhoids are a common problem of the anus and rectum. They occur when the veins around the anus or lower rectum become swollen and inflamed, often as a result of straining during a bowel movement”.
Hemoroid adalah suatu masalah umum pada anus dan rektum. Yang terjadi bila vena-vena disekitar anus dan rektum mengalami peradangan yang diakibatkan karena mengedan selama buang air besar.
(www.hemorrhoids.emedtv.com, 2001)
Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah di bawah selaput lendir anus menjadi semacam benang khusus sehingga membentuk gumpalan benjolan. (www.kaltimpost.web.id, 2002).
Hemoroid adalah perdarahan yang keluar lewat anus berupa darah segar dengan atau tanpa disertai lendir tidak termasuk perdarahan yang berasal dari bagian-bagian lambung dan usus halus.
(www.ultinetindonesia.com, 2005)
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen / lebih pembuluh darah vena hemoroidales (bacon) pada poros usus dan anus yang disebabkan karena otot & pembuluh darah sekitar anus / dubur kurang elastis sehingga cairan darah terhambat dan membesar. (www.fkuii.org, 2006).
Hemoroid adalah suatu penyakit pelebaran pembuluh darah balik (vena) yang terdapat di daerah saluran cerna bagian bawah yang berbatasan dengan dubur/anus. (www.balipost.com, 2003).
2. Etiologi
Hemoroid dapat terjadi karena dilatasi (pelebaran), inflamasi (peradangan) atau pembengkakan vena hemoroidalis yang disebabkan:
- Konstipasi kronik: sulit buang air besar, sehingga harus mengejan.
- Kehamilan: karena penekanan janin pada perut.
- Diare kronik.
- Usia lanjut.
- Duduk terlalu lama
- Hubungan seks peranal.
- Pada beberapa individu terjadi hipertrofi sfingter ani (pembengkakan otot/ klep dubur), obstruksi (sumbatan) fungsional akibat spasme (kejang), dan penyempitan kanal anorektal (saluran dubur-ujung akhir usus besar)
(www.suaramerdeka.com, 2005)
3. Patofisiologi
Mengedan selama buang air besar dapat meningkatkan tekanan intra abdominal dan vena hemoroidal, menimbulkan distensi pada vena hemoroidal. Bila ujung rektum penuh oleh kotoran obstruksi vena mungkin bisa terjadi. Sebagai salah satu akibat dari pengulangan dan perpanjangan meningkatkan tekanan dan obstruksi, sehingga dilatasi permanen pada vena hemoroidal dapat terjadi. Distensi juga dapat mengakibatkan terjadinya trombosis dan perdarahan. (Lukman’s, 1997 ; 1085)
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran darah balik dari vena hemoroidalis. (Price, 2006 ; 467)
Hemoroid dapat menimbulkan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. (Smeltzer, 2002 ; 1138)
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan asal / tempat penyebabnya:
1) Hemoroid interna
Hemoroid ini berasal dari vena hemoroidales superior dan medial, terletak diatas garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa anus. hemoroid ini tetap berada di dalam anus.
2) Hemoroid eksterna
Hemoroid ini dikarenakan adanya dilatasi (pelebaran pembuluh darah) vena hemoroidales inferior, terletak dibawah garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa usus. hemoroid ini keluar dari anus (wasir luar)
b. Hemoroid interna diklasifikasikan lagi berdasarkan perkembangannya :
1) Tingkat 1 : biasanya asimtomatik dan tidak dapat dilihat, jarang terjadi perdarahan, benjolan dapat masuk kembali dengan spontan.
2) Tingkat 2 : gejala perdarahannya berwarna merah segar pada saat defekasi (buang air besar) benjolan dapat dilihat disekitar pinggir anus dan dapat kembali dengan spontan.
3) Tingkat 3 : prolapsus hemoroid, terjadi setelah defekasi dan jarang terjadi perdarahan, prolapsus dapat kembali dengan dibantu.
4) Tingkat 4 : terjadi prolaps dan sulit kembali dengan spontan.
(www.fkuii.org, 2006)
5. Tanda dan Gejala
- Terjadi benjolan-benjolan disekitar dubur setiap kali buang air besar.
- Rasa sakit atau nyeri.
Rasa sakit yang timbul karena prolaps hemoroid (benjolan tidak dapat kembali) dari anus terjepit karena adanya trombus.
- Perih.
- Perdarahan segar disekitar anus.
Perdarahan terjadi dikarenakan adanya ruptur varises.
- Perasaan tidak nyaman (duduk terlalu lama dan berjalan tidak kuat lama)
- Keluar lendir yang menyebabkan perasaan isi rektum belum keluar semua.
(www.fkuii.org, 2006)
Gejala-gejala yang lain termasuk :
- Rasa gatal pada rektal.
- Konstipasi.
- Nyeri.
- Perdarahan berwarna merah terang.
- Prolaps dapat terjadi pada kasus berat.
(Black, 1997 ; 1826)
6. Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah :
a. Perdarahan.
b. Trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid.
c. Hemoroidal strangulasi.
Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.
(Lukman’s, 1997 ; 1085)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan colok dubur
b. Anorektoskopi (untuk melihat kelainan anus dan rektum)
(www.suaramerdeka.com, 2005)
c. Pemeriksaan rectal dan palpasi digital.
d. Proctoscopi atau colonoscopy (untuk menunjukkan hemoroid internal)
(Reeves, 1999 ; 162)
8. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Farmakologis
- Menggunakan obat untuk melunakkan feses / psillium akan mengurangi sembelit dan terlalu mengedan saat defekasi, dengan demikian resiko terkena hemoroid berkurang.
- Menggunakan obat untuk mengurangi/menghilangkan keluhan rasa sakit, gatal, dan kerusakan pada daerah anus. Obat ini tersedia dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk supositoria untuk hemoroid interna, dan dalam bentuk krim / salep untuk hemoroid eksterna.
- Obat untuk menghentikan perdarahan, banyak digunakan adalah campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%)
2) Nonfarmakologis
- Perbaiki pola hidup (makanan dan minum): perbanyak konsumsi makanan yang mengandung serat (buah dan sayuran) kurang lebih 30 gram/hari, serat selulosa yang tidak dapat diserap selama proses pencernaan makanan dapat merangsang gerak usus agar lebih lancar, selain itu serat selulosa dapat menyimpan air sehingga dapat melunakkan feses. Mengurangi makanan yang terlalu pedas atau terlalu asam. Menghindari makanan yang sulit dicerna oleh usus. Tidak mengkonsumsi alkohol, kopi, dan minuman bersoda. Perbanyak minum air putih 30-40 cc/kg BB/hari.
- Perbaiki pola buang air besar : mengganti closet jongkok menjadi closet duduk. Jika terlalu banyak jongkok otot panggul dapat tertekan kebawah sehingga dapat menghimpit pembuluh darah.
- Penderita hemoroid dianjurkan untuk menjaga kebersihan lokal daerah anus dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit tiga kali sehari. Selain itu penderita disarankan untuk tidak terlalu banyak duduk atau tidur, lebih baik banyak berjalan.
3) Tindakan minimal invasif
Dilakukan jika pengobatan farmakologi dan non farmakologi tidak berhasil, tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
- Skleroskopi hemoroid, dilakukan dengan cara menyuntikkan obat langsung kepada benjolan / prolaps hemoroidnya.
- Ligasi pita karet, dilakukan dengan cara mengikat hemoroid. Prolaps akan menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit.
- Penyinaran sinar laser.
- Disinari sinar infra red.
- Dialiri arus listrik (elektrokoagulasi)
- Hemoroideolysis
(www.fkuii.org, 2006)
b. Pembedahan
Terapi bedah dilakukan pada hemoroid derajat III dan IV dengan penyulit prolaps, trombosis, atau hemoroid yang besar dengan perdarahan berulang.Pilihan pembedahan adalah hemoroidektomi secara terbuka, secara tertutup, atau secara submukosa. Bila terjadi komplikasi perdarahan, dapat diberikan obat hemostatik seperti asam traneksamat yang terbukti secara bermakna efektif menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan ulang. (www.suaramerdeka.com, 2005)
Terapi medikal hanya digunakan untuk kasus ringan, hemoroid tanpa komplikasi dengan manifestasi ringan. Pengobatan meliputi :
1) Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene personal yang baik.
2) Menghindari mengejan yang berlebihan selama defekasi.
3) Diit tinggi serat.
4) Pemberian laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati anus.
5) Rendam duduk dengan salep dan supositoria yang mengandung anastesi.
6) Tirah baring.
7) Tindakan non operatif seperti : fotokoagulasi infra merah, diatermi bipolar dan terapi laser.
8) Injeksi larutan sklerosan untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah.
9) Tindakan bedah konservasif hemoroid internal adalah prosedur ligasi pita-karet.
10) Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis.
11) Laser Nd:YAG digunakan terutama pada hemoroid eksternal.
(Smeltzer, 2002 ; 1138)
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hemoroid
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Dimana proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan: pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
(Nursalam, 2001 ; 1)
Proses keperawatan adalah metode sistemik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. (Gaffar, 1999 ; 54)
Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan asuhan keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu elemen dari pemikiran kritis yang memperbolehkan perawat untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang didasarkan atas pertimbangan. Suatu proses adalah satu rangkaian dari langkah-langkah atau komponen-komponen petunjuk/ penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik dari suatu proses adalah Purpose, Organization dan Creativity ( Bevis,1978). “Purpose” adalah tujuan atau maksud yang spesifik dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan merawat respon manusia pada kondisi sehat dan sakit. (American Nurses Association,1980). “Organization” adalah tahapan atau langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. “Creativity” adalah pengembangan lanjut dari proses itu. Proses keperawatan dinamis dan berlanjut terus menerus. (Potter, 1997 ; 103 )
Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doengoes, 2000 ; 6, dikutip dari Shore,1998)
Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001 ; 17)
Merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. (Gaffar, 1999 ; 57)
Dalam tahap pengkajian dilakukan pengumpulan data dengan cara komunikasi yang efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri dari data dasar dan data fokus. Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapi) atau profesi kesehatan lainnya. Sedangkan data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilakukan kepada klien. (Nursalam, 2001 ; 17)
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan Hemoroid meliputi :
a. Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar dan nyeri berserta karakteristiknya
1) Apakah ini terjadi selama defekasi ?
2) Berapa lama ini berakhir ?
3) Adakah nyeri abdomen dihubungkan dengan hal itu ?
4) Apakah terdapat perdarahan dari rektum ?
5) Seberapa banyak ?
6) Seberapa sering ?
7) Apakah warnanya ?
8) Adakah rabas lain seperti mukus atau pus ?
b. Pertanyaan lain berhubungan dengan pola eliminasi dan penggunaan laksatif
1) Riwayat diet, termasuk masukan serat
2) Jumlah latihan
3) Tingkat aktivitas
4) Pekerjaan (khususnya bila mengharuskan duduk atau berdiri lama)
(Smeltzer, 2002 ; 179)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan hemoroid adalah sebagai berikut:
a. Kaji tingkat kesadaran (kacau mental, letargi, tidak merespon).
b. Ukur tanda-tanda vital (TD meningkat/ menurun, takikardi).
c. Auskultasi bunyi nafas.
d. Kaji kulit (pucat, bengkak, dingin).
e. Kaji terhadap nyeri atau mual.
f. Abdomen : Nyeri tekan pada abdomen, bisa terjadi konstipasi.
g. Anus : Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan.
(Engram, 1999 ; 789)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. (Nursalam, 2001 ; 35, dikutip dari NANDA)
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status/ masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah, kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah. (Gaffar,1999 ; 61)
Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi :
a. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
b. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologi)
c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
(Nursalam, 2001 ; 36)
Langkah-langkah dalam diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi :
a. Klasifikasi dan analisa data.
b. Interpretasi data.
c. Validasi data.
d. Perumusan diagnosa keperawatan.
(Nursalam, 2001 ; 36)
Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori : aktual, resiko, kemungkinan, wellnes, syndrom. (Nursalam, 2001 ; 43)
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan hemoroid adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rektal atau anal sekunder akibat penyakit anorektal.
b. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi
c. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu.
d. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
(Smeltzer, 2002 ; 179)
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diangosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi. Tahapan dalam perencanaan ini meliputi : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan pendokumentasian. (Nursalam, 2001 ; 51)
Tujuan perencanaan adalah mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan. (Gaffar, 1997 ; 63)
Ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah penyusunan perencanaan yaitu : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. Untuk menentukan prioritas ada dua hirarki yang dapat digunakan, yaitu :
a. Hirarki “Maslow” (1943), membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi diri
1) Kebutuhan fisiologis (Physiological Need) yang merupakan kebutuhan pokok utama. Misalnya : udara segar (O2), air (H2O), cairan elektrolit, makanan dan sex, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis misalnya :
a) Kekurangan oksigen menyebabkan sesak.
b) Kekurangan cairan/ air menyebabkan dehidrasi.
2) Kebutuhan akan rasa aman (Safety Need)
Misalnya : rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan hukum.
3) Kebutuhan dicintai dan mencintai (Love Need)
Misalnya : mendambakan kasih sayang ingin dicintai/ diterima oleh kelompok.
4) Kebutuhan harga diri (Esteem Need)
Misalnya : ingin dihargai/ menghargai ; adanya respek dari orang lain. Toleransi dalam hidup berdampingan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization Need)
Misalnya : ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin menonjol/ lebih dari orang lain.
b. Hirarki “Kalish”, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalami dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi. (Nursalam, 2001 ; 52)
Adapun perencanaan/ intervensi dari diagnosa yang timbul pada pasien hemoroid adalah:
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rektal atau anal sekunder akibat penyakit anorektal.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang
Mengungkapkan metode yang memberikan penghilangan
Mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik (misal keterampilan relaksasi) untuk menghilangkan nyeri.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Kaji karakteristik, intensitas dan lokasi nyeri.
Rasional : Membantu menentukan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi.
2) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Perubahan frekuensi jantung menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
3) Kaji hal-hal yang dapat meningkatkan rasa nyeri.
Rasional : Digunakan sebagai dasar dari tindakan selanjutnya.
4) Hindarkan hal-hal yang dapat menimbulkan nyeri
Rasional : Menghindarkan stimulasi yang dapat mengakibatkan peningkatan rasa nyeri, seperti mengurangi frekuensi dan durasi kontak dengan bagian yang dirasa nyeri
5) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional : Relaksasi digunakan untuk mengurangi stimulus nyeri, dan mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
6) Dorong klien untuk ambulasi dini.
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus
Kolaborasi
7) Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan untuk menghilangkan nyeri sedang sampai berat.
b. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi
Tujuan : Eliminasi kembali normal.
Kriteria hasil : Membuat kembali pola yang normal dari fungsi usus.
Pasien dapat mengeluarkan feses lunak/ konsistensi agak berbentuk tanpa mengejan
Menciptakan kembali kepuasan pola eliminasi usus
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.
Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltik usus merupakan tanda bahwa fungsi defekasi hilang yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan persarafan parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba
2) Anjurkan latihan defekasi secara teratur
Rasional : Program untuk seumur hidup ini perlu untuk secara rutin mengeluarkan feses dan biasanya termasuk stimulasi manual, minum jus dan/ atau cairan hangat dan menggunakan pelunak feses atau supositoria pada interval tertentu. Kemampuan mengontrol pengeluaran feses penting untuk kemandirian fisik pasien dan penerimaan sosial.
3) Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000 ml/ hari
Rasional : Dapat melembekkan feses memfasilitasi eliminasi.
4) Anjurkan pasien untuk makan-makanan yang sehat dan yang termasuk makanan yang berserat.
Rasional : Meningkatkan konsistensi feses untuk melewati usus dengan mudah.
5) Anjurkan untuk melakukan pergerakan atau ambulasi sesuai kemampuan.
Rasional : Menstimulasi peristaltik yang memfasilitasi terbentuknya flatus.
6) Periksa kembali adanya defekasi, karena feses yang keras atau karena penurunan/ sampai tidak adanya feses atau diare.
Rasional : Pengeluaran feses secara manual dengan hati-hati mungkin perlu, yang dilakukan bersamaan dengan intervensi lain untuk menstimulasi pengeluaran feses.
Kolaborasi
7) Tingkatkan diit makanan berserat.
Rasional : Membantu dalam mengatur konsistensi fekal dan menurunkan konstipasi.
8) Beri obat pelembek feses, supositoria, laksatif atau enema jika diperlukan.
Rasional : Mencegah konstipasi, menurunkan distensi abdomen dan membantu dalam keteraturan fungsi defekasi.
c. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu
Tujuan : Pasien dapat menerima secara nyata kondisi penyakit dengan positif.
Kriteria hasil : Menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat ditangani.
Mengatakan perasaan dan cara yang sehat untuk menghadapi masalah
Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal pasien.Dorong ekspresi bebas akan emosi.
Rasional : Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting dalam prosedur diagnostik dan kemungkinan pembedahan.
2) Jelaskan prosedur atau asuhan yang diberikan. Ulangi penjelasan dengan sering atas sesuai kebutuhan.
Rasional : Rasa takut akan ketidaktahuan diperkecil dengan informasi atau pengetahuan dan dapat meningkatkan penerimaan dialisis.
3) Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik.
Rasional : Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien/ orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
4) Tunjukkan indikator positif pengobatan, contoh perbaikan nilai laboratorium, TD stabil, berkurangnya kelelahan.
Rasional : Meningkatkan perasaan berhasil atau maju
5) Berikan lingkungan yang tenang pada pasien..
Rasional : Memindahkan pasien stress dari luar, meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas.
6) Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, misal : tehnik mengatasi stress, keterampilan organisasi.
Rasional : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan ansietas, meningkatkan kontrol penyakit.
d. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko
Meningkatkan waktu penyembuhan, bebas tanda infeksi
Tidak demam
Berpartisipasi pada aktifitas untuk menurunkan resiko infeksi.
Rencana tindakan :
Mandiri
1) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional : Mengetahui tanda-tanda infeksi sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan tindakan keperawatan selanjutnya.
2) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan hemoroid.
Rasional : Menurunkan resiko infeksi
3) Kaji tanda-tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan darah, takikardia, demam, takipnea
Rasional : Tanda adanya syok septik, menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi dan rendahnya status curah jantung.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk menjaga kebersihan daerah anus.
Rasional : Meminimalkan resiko terjadinya infeksi.
Kolaborasi
5) Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah dan menangani infeksi
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara nyata untuk membantu klien mencapai tujuan pada rencana tindakan yang telah dibuat. (Nursalam, 2001 ; 63, dikutip dari Lyer, et.al, 1996)
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan inter personal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Gaffar, 1999 ; 65)
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping”. (Nursalam, 2001 ; 63)
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu persiapan, perencanaan dan dokumentasi.
a. Fase persiapan, meliputi:
1) Review tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
b. Fase intervensi:
1) Independen: Tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lain.
2) Interdependen: Tindakan perawat yang melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium dll).
3) Dependen: Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis dilaksanakan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu pencatatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan yang terdiri dari tiga tipe yaitu:
1) Sources Oriented Records (SOR)
2) Problem Oriented Records (POR)
3) Computer Assisted Records (CAR)
(Nursalam, 2001; 53, dikutip dari Griffith, 1986)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. (Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari Ignatavicius & Bayne, 1994)
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. (Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari Griffith dan Christensen, 1986)
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
(Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari Iyer et. al, 1996)
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :
a. Proses (Formatif)
Adalah evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapat dilihat pada perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.
(Nursalam, 2001 ; 74, dikutip dari Iyer et. al, 1996)
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
( Nursalam, 2001 ; 74, dikutip dari Pinnell & Meneses, 1986 )
Adapun kriteria yang diharapkan pada evaluasi dari penyakit hemoroid adalah:
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Eliminasi kembali normal.
c. Pasien dapat menerima secara nyata kondisi dengan positif.
d. Infeksi tidak terjadi.
Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan tindakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar