A. Pengertian
Berikut ini ada beberapa pengertian stroke menurut beberapa literatur yang penulis gunakan, yaitu :
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2001).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan darah otak non traumatik (Arif Mansjoer, 2000).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak (Wikipedia Indonesia, 2008).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Stroke atau cedera serebrovaskuler ( CVA ) adalah defisit neurologis yang terjadi akibat terhentinya suplai darah ke otak yang dapat berakibat kerusakan dan kematian sel-sel otak yang menimbulkan gejala klinis antara lain kelumpuhan wajah atau anggota badan yang lain, gangguan sensibilitas, perubahan mendadak status mental, gangguan penglihatan dan gangguan wicara.
Stroke dibedakan menjadi dua yaitu stroke infark (non haemoragik) dan stroke haemoragik. Pada stroke infark, aliran darah ke otak terhenti karena arterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses arterosklerosis. Pada stroke haemoragik, pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang ke luar merembes masuk ke dalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Kurangnya aliran darah ke otak akan menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak, kematian jaringan otak ini dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan tersebut.
B. Patofisiologi
Untuk memudahkan penjelasan terjadinya stroke infark berikut ini akan penulis tuangkan patofisiologi dari stroke infark sebagai berikut :
Menurut Sylvia A. Price (2005) dan Smeltzer C. Suzanne (2001), stroke infark disebabkan oleh trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau material lain). Stroke infark yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis interna sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran darah ke otak akibatnya perfusi otak akan menurun dan terjadi nekrosis jaringan otak.
Faktor risiko utama pada stroke antara lain hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, TIA (Transient Ischemic attack), kadar lemak dalam darah yang tinggi, dan lain-lain. Adapun manifestasi klinis pada klien dengan stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, perubahan status mental (delirium, stupor, atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan), disartia (bicara pelo atau cadel), gangguan penglihatan diplopia, mual, muntah dan nyeri kepala.
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan perubahan pada aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke otak menjadi berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak.
C. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami stroke infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.
1. Penatalaksanaan medis (Arif Mansjoer, 2000)
a. Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung dengan menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue – Plasminogen Activator).
b. Mencegah perburukan neurologis :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi dengan manitol.
2) Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin.
3) Konversi hemorargik yaitu jangan memberikan anti koagulan
c. Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu diperhatikan faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan, mengobservasi tanda-tanda vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan kateterisasi kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring.
3. Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark yaitu dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet rendah garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.
D. Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan stroke infark perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan stroke infark. Pengkajian pada klien stroke infark menurut Tuti Pharia, dkk (1996), Doenges (1999) dan Lynda Juall (2006) adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas / istirahat
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas / istirahat, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merasa kesulitan dalam melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis ( hemiplegi ), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat.
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan dan gangguan tingkatan kesadaran.
2. Sirkulasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan dalam sistem sirkulasi, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia
Tanda : hipertensi arterial, frekuensi nadi dapat bervariasi, distrimia, perubahan EKG
3. Integritas Ego
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu perubahan keadaan emosional dalam dirinya, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Tanda : emosi yang labil, ketidaksiapan untuk marah , sedih, gembira dan kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan dalam kebutuhan eliminasinya, baik kebutuhan bak maupun bab, hal ini dapat diketahui melalui gejala sebagai berikut :
Gejala : perubahan pola kemih, distensi abdomen, bising usus negatif.
5. Makan / Minum
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia, ada riwayat diabetes mellitus, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami gangguan pada sistem neurosensorinya, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, kebas, penglihatan menurun, penglihatan ganda, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : gangguan fungsi kognitif, kelemahan/paralisis, afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali/menghayati rangsangan visual, pendengaran, kekakuan muka dan kejang.
7. Nyeri / Kenyamanan
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu keadaan ketidaknyamanan, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : sakit kepala
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8. Pernafasan
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan mengalami masalah dalam sistem pernafasannya, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merokok
Tanda : ketidak mampuan menelan / batuk / tambatan jalan nafas, pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronkhi.
9. Keamanan
Pada klien dengan stroke infark akan sangat rentan terhadap faktor keamanan, hal ini dapat diketahui melalui tanda sebagai berikut :
Tanda : masalah dengan penglihatan, tidak mampu mengenali objek, gangguan regulasi suhu tubuh, kesulitan dalam menelan, perhatian sedikit terhadap keamanan.
10. Interaksi sosial.
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan mengalami kesulitan dalam melakukan sosial dengan lingkungan sekitarnya, hal ini dapat diketahui melalui tanda sebagai berikut :
Tanda : masalah bicara, ketidak mampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan / Pembelajaran
Pada klien dengan stroke infark sangat diperlukan penyuluhan / pembelajaran untuk mencegah masalah lebih lanjut, hal ini dapat diketahui melalui gejala sebagai berikut :
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga dan stroke
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien stroke untuk mengetahui penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (1999) adalah sebagai berikut :
1. Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik.
2. CT Scan : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
3. Pungsi lumbal : menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis emboli serebral dan TIA.
4. MRI : menunjukan adanya daerah yang mengalami infark, haemoragik, malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasikan penyakit arterivena.
6. EEG : mengidentifikasi masalah yang didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna dan parsial dinding aneurisma.
E. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang ada pada klien dengan stroke infark. Menurut Tuti Pharia, dkk (1996), Doenges (1999), Lynda Juall (2006) dan Wahyu widagdo, dkk (2008) diagnosa keperawatan pada klien stroke adalah sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai darah serebral, gangguan oklusif, haemoragik, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan, paralisis.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi, inkontinensia, perubahan status nutrisi.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/kekuatan otot, kelemahan/kelelahan umum.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi, integritas, stress, psikologis.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan kerusakan kognitif, nyeri, depresi.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
F. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke infark ditemukan, maka dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai darah serebral, gangguan oklusif, hemoragik, vasospasme serebral, edema serebral
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan serebral adekuat
Kriteria Evaluasi :
a) Mempertahankan tingkat kesadaran
b) TTV stabil
c) Tidak ada peningkatan TIK
Intervensi :
a) Pantau / catat status neuroligis
b) Pantau TTV
c) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya
d) Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan
e) Pertahankan keadaan tirah baring
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan, paralisis
Tujuan : Mampu mepertahankan kekuatan otot
Kriteria Evaluasi :
a) Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang terkena / kompensasi.
b) Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas
c) Mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a) Kaji kemampuan klien secara fungsional
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
d) Tinggikan kepala dan tangan
e) Anjurkan untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan.
Tujuan : Klien akan mempertahankan status nutrisi, pemasukan cairan dan keseimbangan cairan.
Kriteria evaluasi :
a) Berat badannya kurang lebih 10 % dari berat badan ideal
b) Mentoleransi terhadap nutrisi parenteral, makanan cair dengan residu minimal, tidak diare, elektrolit seimbang
c) Menelan makanan yang lunak tanpa aspirasi
Intervensi :
a) Observasi kemampuan menelan, fungsi sensorik dan motorik
b) Monitor pemasukan dan pengeluaran serta pemasukan diet
c) Berikan makanan nasogastrik dan minum
d) Bantu makanan oral bila ada indikasi
e) Observasi makanan yang disukai dan tidak disukai
f) Ukur berat badan
g) Konsultasi ke ahli gizi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi, inkontinensia, perubahan status nutrisi.
Tujuan : klien akan mempertahankan integritas kulit, tonus,turgor dan sirkulasi
Kriteria evaluasi :
a) Memiliki kulit yang utuh
b) Bebas dari kemerahan pada tulang yang menonjol
Intervensi :
a) Observasi keutuhan kulit klien, perubahan warna, temperatur, dan adanya edema setiap 4 jam dan sebagaiman kebutuhan
b) Pertahankan kebersihan kulit dan kekeringan
c) Tingkatkan sirkulasi dengan sering mungkin melakukan alih posisi, massase
d) Gunakan alat-alat untuk mencegah penekanan
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kekuatan otot, kelemahan / kelelahan umum
Tujuan : Mampu menciptakan metode komunikasi yang dapat dipahami
Kriteria Evaluasi :
a) Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi
b) Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
c) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
a) Kaji tipe / derajat disfungsi
b) Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis dan gambar
c) Bicaralah dengan normal dan hindari percakapan yang cepat
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi, integritas, stress, psikologis
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual
Kriteria Evaluasi :
a) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual
b) Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap/defisit hasil
Intervensi :
a) Kaji keadaan klien
b) Ciptakan lingkungan yang sederhana
c) Berikan stimulus terhadap rasa sentuhan
d) Observasi respon perilaku pasien
e) Bicara dengan tenang, perlahan dan pertahankan kontak mata.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan kerusakan kognitif, nyeri, depresi
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
a) Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
b) Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Intervensi :
a) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari – hari
b) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri
c) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan, tidak mengenal sumber-sumber informasi
Tujuan : Pengetahuan meningkat
Kriteria Evaluasi :
a) Berpartisipasi dalam proses belajar
b) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / prognosis dan aturan terapuetik
Intervensi :
a) Tinjau ulang / pertegas kembali pengobatan yang diberikan
b) Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang
c) Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan kontrol secara medis.
G. Pelaksanaan
Setelah perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang prioritas maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan keperawatan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dan merupakan tindakan yang bermanfaat bagi klien berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Terkait dengan masalah yang ada pada pasien stroke, maka pelaksanaan tindakan keperawatan ditujukan pada klien, perawat dan keluarga. Pelaksanaan pada klien meliputi melakukan, membantu, mengarahkan kebutuhan dan aktivitas kehidupan sehari-hari kilen yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi klien pada saat itu. Pada perawat ditujukan untuk memberikan arahan dalam melakukan tindakan keperawatan yang berpusat pada klien sehingga tujuan dapat tercapai. Pada keluarga ditujukan untuk memahami kebutuhan klien dan memotivasi klien untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya.
Dalam pelaksanaan tindakan, langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengkaji kembali keadaan klien untuk menentukan apakan tindakan keperawatan yang direncanakan masih sesuai kondisi klien saat itu, memvalidasi rencana keperawatan untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang direncanakan masih dilanjutkan atau dimodifikasi sesuai keadaan klien saat itu, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan pada klien baik dalam bentuk pengetahuan maupun keterampilan keperawatan serta menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan dan mengkomunikasikan intervensi keperawatan, selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
H. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka perlu dilakukan kaji ulang terhadap asuhan keperawatan yang diberikan apakah masalah yang muncul pada klien dapat teratasi secara maksimal atau tidak untuk itu perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting di dalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Prinsip evaluasi adalah obyektivitas yaitu mengukur keadaan yang sebenarnya, reabilitas yaitu ketepatan hasil ukuran dan validitas yaitu mengukur dengan tepat harus dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan terdiri dari, mengumpulkan data keperawatan pasien, menafsirkan (mengiterprestasikan) perkembangan pasien, membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah di tetapkan, mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku.
Evaluasi proses keperawatan terdiri dari evaluasi kwantitatif yaitu penilaian yang dilihat dari jumblah kegiatan. Evaluasi kwalitatif yaitu evaluasi mutu yang difokuskan pada tiga dimensi yang saling terkait. Evaluasi struktur / sumber yaitu terkait dengan tenaga manusia / bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanan kegiatan. Evaluasi proses (evaluasi formatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan pengalaman perawatan dan analisa respon pasien segera setelah intervensi. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan suatu observasi untuk menilai sejauh mana pencapaian tujuan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar